Rabu, 10 November 2010

Tujuan dan Prosedur Audit

Tujuan dan prosedur audit pada :

- Perencanaan Pemulihan Bencana

Bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat kapasitas dan proses data pada waktu sebelum dan sesudah bencana. Tujuan dari Perencanaan Pemulihan Bencana adalah untuk mencegah perpanjangan interupsi proses data dan operasi bisnis akibat kebakaran, bencana alam, sabotase dan vandalism.

Prosedur, antara lain :

1. backup data yang berfungsi untuk menghindari kerusakan permanen pada files. Semua program dan data harus sering di backup secara teratur dan disimpan dalam tempat yang aman untuk menghindari penggandaan hardware dan software. Cold sites, hot sites dan alat penyimpanan data adalah bagian dari computer backup yang berfungsi mencegah kerusakan pada fies. Cold sites adalah kontrak dengan vendor untuk menyediakan tempat dan alat pinjaman untuk keperluan penting. Hot sites adalah kontrak dengan vendor menyediakan tempat pemrosesan data untk memenuhi kebutuhan pengguna waktu terjadi bencana dalam organisasi.

2. Mempunyai jaminan perlindungan terhadap bencana.

3. Menunjukkan tanggungjawab aktifitas pemulihan untuk menghindari usaha agar dapat menghilangkan duplikasi rencana implementasi. Tanggungjawab harus mendefinisikan dan dikomunikasikan secara jelas pada personel yang bersangkutan.

4. Menggunakan dokumentasi dan mencoba rencana untuk mengantisipasi bencana.

5. Pemeriksaan dan perbaikan berkelanjutan terhadap bencana.

http://poweroffutsal.blogspot.com/2010_11_02_archive.html

Selasa, 19 Oktober 2010

Audit, Assurance dan Pengendalian Internal

jawab :
1. a. Figur komite audit yang mampu menjalankan tugas kesehariannya tentulah bukan figur yang mudah ditemukan. Perlu kriteria khusus bagi seseorang yang akan menjabat sebagai ketua maupun anggota komite audit, mengingat tugas dan tanggung jawabnya yang sangat strategis, baik ditinjau dari sisi internal maupun eksternal. Berdasarkan gambaran tersebut diatas, IKAI memandang perlu untuk mengembangkan program sertifikasi bagi anggota komite audit. Program ini dirancang untuk meningkatkan dan menjamin profesionalisme para anggota komite audit dalam menjalankan fungsinya.

Pada periode kepengurusan 2004-2007, IKAI masih akan memfokuskan diri pada pengkajian pengembangan program sertifikasi bagi anggota komite audit, sehingga nantinya program sertifikasi IKAI ini dapat menjadi program yang efektif dan mampu menjamin keprofesionalan dari para anggotannya.

IKAI meyakini bahwa ada 3 (tiga) langkah atau tahapan yang sebaiknya dilakukan oleh IKAI didalam pengembangan program sertifikasi, yaitu sosialisasi, standarisasi, dan sertifikasi. Saat ini IKAI masih dalam tahapan sosialisasi yang dilakukan melalui penyelenggaraan forum-forum diskusi. Melalui forum diskusi ini, IKAI berharap akan mendapatkan masukan yang komprehensif untuk melangkah ke tahapan selanjutnya yaitu standarisasi, dan pada akhirnya ke tahapan sertifikasi.

Pada tahapan awal program sertifikasi, hal-hal yang dipersiapkan adalah standarisasi, kode etik, keanggotaan dan isi dari program tersebut (program contents). Tahap berikutnya adalah program sertifikasi itu sendiri, yang mencakup financial reporting, internal control dan risk management.

Anggaran Dasar Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) merupakan rumusan visi dan hasil pemikiran para pendiri IKAI yang berjumlah 9 (sembilan) orang, yaitu Bapak Soedarjono, Bapak Kanaka Puradiredja, Bapak Irwan Sofjan, Bapak Irwan Habsjah, Bapak Tjuk Kasturi Sukiadi, Bapak M. Tjoek Soeroso, Bapak Dani Sudarsono, Bapak Subarto Zaini dan Bapak Indra Safitri. Gambaran visi dan hasil pemikiran ini kemudian dituangkan ke dalam profil organisasi IKAI yang tercermin dari pasal-pasal yang terdapat di dalam Anggaran Dasar.

Anggaran Dasar Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) ditandatangani oleh 3 (tiga) orang pendiri IKAI yang diberikan kuasa oleh pendiri IKAI lainnya, yaitu Bapak Subarto Zaini, Bapak Tjuk Kasturi Sukiadi dan Bapak Indra Safitri pada tanggal 1 Juli 2004 dengan Nomor Akta No. 1 di hadapan Notaris Ibu Imas Fatimah SH. yang berkedudukan di Jakarta.

Secara garis besar Anggaran Dasar IKAI memuat hal-hal sebagai berikut :

. Profil Organisasi IKAI dan Pengelolaannya.
. Keanggotaan IKAI (Persyaratan, Hak, Tanggung Jawab, dsb).
. Dewan Pengurus IKAI (Persyaratan, Hak, Tanggung Jawab, dsb).
. Dewan Kehormatan IKAI (Persyaratan, Hak, Tanggung Jawab, dsb).
. Rapat-rapat IKAI (Jenis, Kewenangan, dsb).
. Tahun Buku IKAI.
. Pengubahan Anggaran Dasar IKAI.
. Tata Cara Pembubaran Organisasi IKAI.

Catatan :
Salinan lengkap Anggaran Dasar Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) dapat diperoleh melalui sekretariat apabila Bapak/Ibu telah terdaftar sebagai anggota IKAI.


b. PERSYARATAN DASAR KEANGGOTAAN IKAI

  • Serendah-rendahnya memiliki latar belakang pendidikan Strata Satu (S1).

  • Memiliki pengalaman profesional atau akademik sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun dibidang yang sesuai dengan tugas-tugasnya sebagai anggota Komite Audit.

  • Memiliki rekomendasi dari minimal 2 (dua) orang anggota IKAI.

  • Kesediaan untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh IKAI termasuk melunasi iuran anggota.

  • Kesediaan mematuhi kode etik dan standar-standar IKAI.


c. Belajar dari krisis yang lalu, yang muncul disebabkan oleh gelombang skandal korporasi pengadopsian prinsip-prinsip GCG sekaligus penerapannya di suatu negara menjadi sesuatu yang urgen. Salah satu unsur kelembagaan dalam konsep GCG yang diharapkan mampu memberikan kontribusi tinggi dalam level penerapannya adalah "Komite Audit". Keberadaannya diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengawasan internal perusahaan, serta mampu mengoptimalkan mekanisme checks and balances, yang pada akhirnya ditujukan untuk memberikan perlindungan yang optimum kepada para pemegang saham dan stakeholder lainnya.

Urgensi keberadaan komite audit ada pula kaitannya dengan belum optimalnya peran pengawasan yang diemban dewan komisaris di banyak perusahaan di negara-negara korban krisis yang lalu. Indonesia khususnya semakin diperparah dengan adanya karakteristik umum yang melekat pada entitas bisnis kita berupa pemusatan kontrol atau pengendalian kepemilikan perusahaan di tangan pihak tertentu atau segelintir pihak saja.

Tugas pokok dari komite audit pada prinsipnya adalah membantu Dewan Komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut terutama berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan, memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit. Laporan keuangan merupakan produk dari manajemen yang kemudian diverifikasi oleh eksternal auditor. Dalam pola hubungan tersebut, dapat dikatakan bahwa komite audit berfungsi sebagai jembatan penghubung antara perusahaan dengan eksternal auditor. Tugas komite audit juga erat kaitannya dengan penelaahan terhadap resiko yang dihadapi perusahaan, dan juga ketaatan terhadap peraturan.

Dari gambaran sederhana mengenai tugas dan fungsi dari lembaga tersebut, sudah barang tentu, keberadaan komite audit menjadi sangat penting sebagai salah satu perangkat utama dalam penerapan good corporate governance. Keberadaannya dipertegas dengan keputusan Bapepam yang dituangkan dalam SE BAPEPAM no. 03 tahun 2000 mengenai pembentukan komite audit dan juga Kep. Direksi BEJ No. 339 tahun 2001 mengenai peraturan pencatatan efek di Bursa yang mencakup komisaris Independen, komite audit, sekretaris perusahaan; keterbukaan; dan standar laporan keuangan per sektor.

Namun demikian, figur anggota komite audit yang mampu menjalankan tugas kesehariannya tentulah bukan figur yang mudah ditemukan. Perlu kriteria khusus bagi seseorang yang akan menjabat sebagai ketua maupun anggota komite audit, mengingat utgas dan tanggung jawabnya yang sangat strategis. Hal ini dipertegas dengan dikeluarkannya keputusan Ketua BAPEPAM No.: Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas Indonesian Society of Independent Commissioners (ISICOM) bersama dengan praktisi komite audit yang memiliki concern yang tinggi terhadap hal tersebut di atas, sepakat untuk membentuk Ikatan Komite Audit Indonesia (The Indonesian Institute of Audit Committee) yang merupakan organisasi yang akan memayungi serta melakukan pendidikan dan pengakuan terhadap kualifikasi anggota komite audit dalam rangka mempercepat transformasi perusahaan menuju good corporate governance.


d. Beberapa publikasi yang telah dibahas dalam forum diskusi yang telah diselenggarakan oleh IKAI diantaranya:


e. Mewadahi anggota komite audit di Indonesia melalui
• penciptaan standar dan sertifikasi anggota
• penyelenggaraan pelatihan-pelatihan pengembangan keahlian profesional,
• pemberian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
• Penyelenggaraan riset-riset terkini yang relevan dengan pengembangan dan implementasi good corporate governance

f.
Pondok Pinang Center Blok C-20
Jl. Ciputat Raya
Jakarta Selatan

g. tidak terdapat program keanggotaan mahasiswa


2. a.
ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap emiten.di mana mereka harus memiliki Komite Audit, sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: perusahaan yang tidak memiliki komite audit tidak boleh terdaftar di bursa efek. Komite Audit mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:

Melakukan seleksi/penunjukan dan menentukan kompensasi (fee) serta mengawasi KAP yang mengaudit korporasi .

Menjadi anggota independen dalam dewan komisaris .

Menyelenggarakan prosedur untuk menangani komplain-komplain yang berkaitan dengan akuntansi, pengendalian internal, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan audit.

Menelaah dan menyetujui jasa audit dan jasa-jasa lain yang diberikan oleh KAP.

Mengembankan program penanganan whistleblower bagi pegawai atau pengadu yang melaporkan terjadinya penyimpangan untuk memperoleh perlindungan dan mencegah tindakan pembalasan.

Untuk anggota komite audit independen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: tidak menerima fee untuk kegiatan konsultasi, advisery atau jasa lainnya yang diberikan kepada per­usahaan, bukan merupakan pegawai dari perusahaan atau anak perusahaan, serta boleh dibantu oleh tenaga ahli.

b. Pada dasarnya SOA menuntut implementasi internal control yang baik atas 3 (tiga) hal yang sangat erat kaitannya dengan GCG, yaitu:

a. Transparansi (transparency), menuntut kemampuan untuk dapat ditelusuri (treaceability) dan dapat diaudit dari setiap proses dan aktivitas yang terkait dengan pelaporan keuangan

b. Akuntabilitas (accountability), menuntut kejelasan dan ketiadaan benturan kepentingan (conflict of interest) atas informasi apa dan siapa yang bertanggung jawab. Selain itu, menjamin hak akses atas informasi dan rentang pengambilan keputusan yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab terkait.

c. Keterukuran (measurability), bertujuan memberikan basis pengukuran untuk perbaikan secara berkelanjutan).

Untuk mengimplementasi SOA, perusahaan dan lingkungannya perlu menjalankan hal berikut:

a. Pertama, melakukan pemisahan fungsi yaitu pengaturan ruang lingkup tanggung jawab dan kewenangan serta akses pemakai (user) atas informasi perusahaan. Hal ini untuk menjaga independensi antara manajemen perusahaan, auditor, penyedia jasa non audit, Komite Audit, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan

b. Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama yang terkait dengan implementasi pengendalian internal termasuk masalah kewenangan akses yang lebih luas kepada Departemen Audit Internal (Satuan Pengawasan Intern).

c. Ketiga, menjaga integritas atas siklus pelaporan keuangan. Dalam hal ini, perusahaan dapat menerapkan pemrosesan data secara elektronik (Electronic Data Processing) dalam pelaporan keuangannya serta meminimalisasi aktivitas atau proses-proses transaksi & pelaporan keuangan secara manual.

d. Keempat, penegakan sanksi yang tegas atas setiap pelanggaran atas aturan yang dilakukan.

Dari keseluruhan Sarbanes Oxley Act, terdapat dua bagian yang mengatur mengenai internal control, dan sering dibahas, yaitu Section 302 dan Section 404. Seksi 404 secara khusus memberikan perhatian kepada internal kontrol perusahaan atas laporan keuangannya.

c.
Identifikasi sistem yang memainkan peranan dalam pelaporan keuangan
  • Identifikasi resiko yang dihadapi sistem ini
  • Mengembangkan kendali untuk mengatasi resiko
  • Mendokumentasikan dan menguji pengendalian tersebut
  • Memonitor efektivitas pengendalian seiring waktu
  • Memperbaharui pengendalian sebagaimana dibutuhkan

d. Inti dari pembahasan ini adalah menilai apakah pengungkapan kelemahan internal control sangat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan –investor. Lebih khusus lagi dampaknya terhadapa reaksi harga saham. Menurut Jacqueline, Linda A.Myers, Catherine Shakespeare, 2007; yang melakukan observasi terhadap pengungkapan kelemahan yang (berita) material dalam kurun waktu Hari-H sampai dengan 3 hari setelah pengungkapan, menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan. Hal ini dimungkinkan karena investor secara agregat (umum) telah faham bahwa perusahaan sudah merevisi nilai dari laporan keuangan. Pengungkapan kelemahan yang material ini justru mendorong investor (pemegang saham) lebih memberikan perhatian terhadap biaya yang akan dikeluarkan demi perbaikan sistem yang perlu dibenahi. Lagipula kemungkinan masih terdapat kelemahan material yang belum diungkap sangat kecil, karena masih ada auditor yang akan memberikan laporan dan berhak untuk menolak memberikan pendapat terhadap internal control perusahaan apabila terdapat kelemahan material, sesuai dengan Sox section 404.
Dari beberapa penelitian lain disebutkan bahwa, meskipun pada saat setelah pengungkapan kelemahan internal control secara material, harga saham bisa mengalami penurunan, namun hal itu hanya terjadi sementara dan dalam interval waktu yang pendek..
Berdasakan hal tersebut diatas, secara umum dengan adanya pengungkapan informasi tentang kelemahan internal control secara periodik, maka dapat digunakan oleh investor untuk merevisi rata-rata ekspektasi terhadap nilai perusahaan. Dari sisi perusahaan, perusahaan akan lebih hati-hati dan selalu melakukan perbaikan secara berkelanjutan.


e.
Berdasarkan banyak studi, mencatat bahwa pengungkapan Sox section 302 dan section 404 membawa pengaruh yang positif terhadap kualitas laporan keuangan. Ashbauh, Collin, Kinney,LaFond, Zvi Singer 2008; internal control yang dilakukan perusahaan secara periodik (setiap 3 bulan sekali) terhadap temuan kelemahan yang material sebagaimana disyaratkan dalam section 302, serta review dan attestasi oleh KAP (kepatuhan section 404). Menurut PCAOB, 2004 jika auditor menemukan terdapat kelemahan yang material pada internal control, maka auditor harus memberikan laporan serta menolak memberikan pendapat.
Beberapa studi lainnya, Lobo dan Zhou, 2006; dengan Sox mencatat bahwa terdapat penurunan dalam pencatatan akrual-basis, dan meningkatkan kehati-hatian dalam pelaporan keuangan.
Dengan demikian akan terjadi perubahan dalam mekanisme dokumentasi, evaluasi, dan laporan terhadap efektifitas internal control, akurasi pada laporan keuangan, sehingga hasinya tidak hanya bermanfaat untuk perusahaan perusahaan yang memiliki sistem yang buruk namun bermanfaaat pula untuk semua perusahaan, sehingga akan meningkatkan kualitas laporan keuangan.

link :

http://www.komiteaudit.org/index.htm

http://abrarsolikhin.blogspot.com/2009/05/pengaruh-sarbanes-oxley-act-section-302.html
http://caslim.wordpress.com/2009/12/23/ethical-implications-of-information-technology/